Jumat, 21 November 2014

Program Kementerian Koperasi pada Tahun 2005


Beberapa program yang telah rutin dilaksanakan koperasi, seperti pemeringkatan koperasi di seluruh Indonesia dan penentuan Koperasi Penerima Award setiap tahunnya adalah Menteri Syarifuddin Hasan akan melanjutkan program-program yang telah dilakukan, diyakini tetap dapat dilaksanakan meskipun terjadi pergantian kepemimpinan. Konsistensi dalam melaksanakan berbagai program kebijakan yang telah ditentukan sangat penting untuk meneruskan tujuan mengembangkan koperasi sebagai salah satu tiang perekonomian di tengah masyarakat. Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Untung Tri Basuki mengungkapkan, segala program yang telah berjalan selama ini tetap akan berjalan secara konsisten sebagaimana seharusnya, mengingat segala kebijakan yang telah ditetapkan tersebut, telah diatur pelaksanaannya dengan Peraturan Pemerintah (PP) setiap tahun Kementerian Koperasi senantiasa melakukan evaluasi terhadap berbagai regulasi, seperti Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor : 08/Per/M/IX/2005 Tentang :PETUNJUK TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DAN LEMBAGA KEUANGANNYA DENGAN PENYEDIAAN MODAL AWAL DAN PADANAN MELALUI KOPERASI SIMPAN PINJAM/ UNIT SIMPAN PINJAM KOPERASI (KSP/USP KOPERASI).Ringkasan: Pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 08/Per/M/IX/2005 adalah dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) agar dapat lebih berperan sebagai penggerak ekonomi rakyat secara efektif dan efisien, maka dilakukan strategi pengembangan sentra/klaster UKM yang potensial dalam meningkatkan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja; dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta mengembangkan dan memperkuat permodalan Koperasi sebagai Lembaga Keuangan yang memfasilitasi Usaha Kecil dan Menengah, maka perlu dukungan fasilitasi permodalan dan investasi diantaranya dengan Penyediaan Modal Awal dan Padanan (MAP) melalui KSP/USP Koperasi   
Peraturan Presiden (Perpres) yaitu Mengacu pada peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 09/M/2005 tanggal 31 Januari 2005 nahwa kementerian Koperasi dan UKM adalah badan pemerintah yg memiliki tugas membantu presiden dalam mengkoordinasi perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan KOPERASI DSN UKM. Tugas dari mereka adalah merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pengengendalian pemberdayaan UMKM dan koperasi di Indonesia. Sesuai dengan kedudukan, tugas dan fungsinya.
Kementrian koperasi dan UKM juga memiliki visi yitu menjadi lembaga pemerintah yang kredibel dan efektif untuk pemberdayaan koperasi dan UMKM agar dapat menimbulkan sebuah produktivitas yang baik, daya saing serta kemandirian.
Dasar Hukum
Terbentuknya Kementerian Koperasi dan Us aha Kecil dan Menengah Berdasarkan:
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara.
5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Tata Kerja, dan Susunan Organisasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
6. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.
Misi Kementerian Koperasi dan UKM adalah memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan nasional melalui perumusan kebijakan nasional; pengkoordinasian perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan pemberdayaan di bidang koperasi dan UMKM dan peningkatan sinergi dan peran aktif masyarakat dan dunia usaha dalam rangka meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian koperasi dan UMKM secara sistimatis, berkelanjutan dan terintegrasi secara nasional.
Tujuan Kementerian Koperasi dan UKM secara umum adalah menjadikan KUMKM sebagai pelaku ekonomi utama dalam perekonomian nasional yang berdaya saing. Tujuan Kementerian Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005 – 2009 dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mewujudkan kondisi yang mampu menstimulan, mendinamisasi dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya 70.000 (tujuh puluh ribu) unit koperasi yang berkualitas usahanya dan 6.000.000 (enam juta) unit usaha UMKM b aru;
2. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan usaha koperasi dan UMKM pada berbagai tingkatan pemerintahan;
3. Meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian koperasi dan UMKM di pasar dalam dan luar negeri;
4. Mengembangkan sinergi dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM;
5. Memberikan pelayanan publik yang berkualitas, cepat, tepat, transparan dan akuntabel.
Tugas dan fungsi Kementerian Koperasi dan UKM telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara pasal 552, 553 dan 554, yaitu: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Namun pada kenyataannya badan yang di bentuk dan berjalan dengan semestinya justru belum sesuai dengan apa yang direncanakan. Itu di akibatkan adanya hambatan-hambatan oleh hal-hal seperti di bawah ini yaitu:
1. Belum terlaksananya secara total rencana-rencana yang di buat
2. Kurang profesionalnya sistim pelaksanaan dari rencana-rencana
3. Patisipasi dr anggota koperasi yg rendah
4. Pengembangan yg tidak sesuai yg menjadi seperti di paksakan
Maka dari itu menurut pandangan saya kinerja koperasi di Indonesia harus ditingkatkan lebih baik lagi terutama dalam pelaksanaannya. Agar badan usaha mikro, kecil dan menengah dapat terbantu sehingga dapat memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Peraturan Daerah (Perda) yang dianggap dapat menghambat perkembangan koperasi di tiap daerah. “Apabila kami mendapati adanya peraturan yang dirasa menghambat pertumbuhan koperasi, Upaya ini. lanjut ya, telah dilaksanakan sejak tahun 2005 dan terdapat lebih kurang 30 Perda yang dimintakan pembatalan karena dirasa menghambat pertumbuhan koperasi di daerah.
Negara Koperasi dan UKM dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010. Kementerian Koperasi dan UKM diminta agar daiam penyusunan program-program tersebut saling menunjang dan berkesinambungan dengan program-program sebelumnya. Salah satu prioritas progam Kementerian Negara Koperasi dan UKM dalam RKP Tahun 2010 adalah pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi VI DPR, Anwar Sanusi saat memimpin Rapat Kerja dengan Menteri Negara Koperasi dan UKM, di Gedung DPR.
Selain itu, Komisi VI DPR juga meminta rincian sekaligus sandingan Pagu Anggaran Tahun 2009 dan Pagu Indikatif Anggaran Kementerian Negara Koperasi dan UKM Tahun 2010 sebesar Rp739,126 miliar. Pembahasan lebih lanjut secara komprehensif atas RKA-K/L (Rencana Kerja Anggaran Kementeri an/Lemba ga) RAPBN Tahun 2010 akan dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Sekretaris Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM diminta mengoptimalkan kegiatan dan realisasi anggaran tahun 2009. Hal itu terkait dengan masih rendahnya serapan anggaran tahun 2009 sampai bulan Juni 2009 di Kementerian Negara Koperasi dan UKM sebesar Rpl79,004 miliar atau mencapai 23,87% dari pagu anggaran. Negara Koperasi dan UKMr Suryadhama Ali menjelaskan, sesuai dengan tema yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2010 yaitu pemulihan perekonomian nasional dan pemeliharaan kesejahteraan, mempunyai lima agenda prioritas pembangunan nasional. Salah satunya, pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial. Di samping program prioritas nasional, Kementerian Negara Koperasi dan UKM menyusun juga program sektoral kementerian.
Total pagu anggaran Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun anggaran 2009 sebesar Rp 749,764 miliar. Realisasi per tanggal 27 Juni 2009 sebesar Rp l79,004 miliar atau 23,87% dari total pagu anggaran. Salah satu rinciannya adalah anggaran pusat sebesar Rp 511,815 miliar, terealisasi sebesar Rp l40,470 miliar atau 27,45%.
Sedangkan, anggaran stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp lOO miliar dipergunakan untuk membangun 91 unit pasar tradisional di 86 kabupaten/kota dan 12 sarana PKL (Pedagang Kaki Lima) di 13 kabupaten/kota di 32 provinsi. Untuk program stimulus fiskal tahun 2009, secara umum tidak terdapat masalah dalam pelaksanaannya. Hanya saja ada beberapa daerah memerlukan penyesuaian nomenklatur yang tercantum dalam DIPA akibat perubahan struktur SKPD di daerah. Namun demikian, seluruh proses pembangunan ditargetkan selesai bulan Nopember 2009 sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan. Jadi sampai saat ini belum ada kendala yang cukup signifikan terkait dengan realisasi anggaran

Undang-Undang pada masa pemerintahan SBY tahun 2004-2014



Undang-undang masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY)
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN
dan APBD.
2. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan
negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
3. Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang
Ditentukan oleh Menteri

Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank
sentral.
4. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar
seluruh pengeluaran daerah.
5. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang  ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
6. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat
dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian
atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
akibat lainnya yang sah.
7. Piutang
Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah
dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau akibat lainnya yang sah.
8. Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat dan/atau
kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang
sah. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau
kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang
sah.
10. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
11. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
12. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
13. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik
negara/daerah.
14. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama
negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat
berharga atau barang-barang negara/daerah.
15. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi
bendahara umum negara.
16. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi
bendahara umum daerah.
17. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang pendapatan negara/ daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/ APBD pada kantor/ satuan kerja
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
18. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan
belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja
kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
19. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan
keuangan kementerian negara/ lembaga yang bersangkutan.
20. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/ lembaga pemerintah non
kementerian negara/lembaga negara.
21. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/ dinas/biro keuangan/bagian
keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak
sebagai Bendahara Umum Daerah.
22. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.
23. Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
24. Bank Sentral adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang -Undang Dasar 1945 Pasal
23D.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 2
Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1, meliputi:
a. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
b. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
d. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
e. pengelolaan kas;
f. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
g. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
h. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;
i. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD; j. penyelesaian kerugian negara/daerah;
k. pengelolaan Badan Layanan Umum;
l. perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

Bagian Ketiga
Asas Umum

Pasal 3
 (1) Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk
melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
(2) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk
melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
(3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban
APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau
tidak cukup tersedia.
(4) Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan
program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.
(5) Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan
program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
(6) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga
disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan
pemerintah.
(7) Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD
dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.

BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA

Bagian Pertama
Pengguna Anggaran
Pasal 4
 (1) Menteri/ pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang bagi
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
(2) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggar

anggaran; b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah
pembayaran;
g. menggunakan barang milik negara;

h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;
i. mengawasi pelaksanaan anggaran;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya.

Pasal 5
 Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara
Pengeluaran;
c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran.
Pasal 6
 (1) Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi
satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
(2) Kepala satuan kerja perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya
berwenang:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e. mengelola utang dan piutang;
f. menggunakan barang milik daerah;
g. mengawasi pelaksanaan anggaran; h. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya.
Bagian Kedua
Bendahara Umum Nega ra/Daerah

Pasal 7
(1) Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara.
(2) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang:
a. menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
d. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
e. menunjuk bank dan/ atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran
negara;
g. menyimpan uang negara;
h. menempatkan uang negara dan mengelola/ menatausahakan investasi;
i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas
beban rekening kas umum negara;
j. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;
k. memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
l. melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
m. mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi
pemerintahan;
n. melakukan penagihan piutang negara;
o. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;
p. menyajikan informasi keuangan negara;
q. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
negara;
r. menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran
pajak;
s. menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.

Pasal 8
(1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara
Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangk a pelaksanaan
anggaran
dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
(2) Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan
menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawab -kan uang dan surat berharga yang berada dalam
pengelolaannya.
(3) Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas
Negara sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.
(4) Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memerintahkan penagihan piutang
negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran.
(5) Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak
ketiga sebagai pengeluaran anggaran.
Pasal 9
(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adal ah Bendahara Umum Daerah.
(2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah
berwenang :
a. menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau
lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
h. menyimpan uang daerah;
i. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/ menatausahakan investasi;
j. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas
beban rekening kas umum daerah;
k. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah
daerah;
l. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
m. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
n. melakukan penagihan piutang daerah;o. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
p. menyajikan informasi keuangan daerah;

q. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
daerah.

Bagian Ketiga
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
Pasal 10


(1)    Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota mengangkat Bendahara
Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
(2) Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota mengangkat Bendahara
Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
(3) Bendahara
Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.
(4) Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa
Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.
(5) Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau
bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/ penjualan tersebut.